Pendidikan agama sebagai salah satu kegiatan untuk membangun pondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum berperan secara maksimal. Kita bisa menyaksikan bahwa ruang dan waktu untuk pendidikan agama Islam bagi para pelajar di perkotaan sangat sedikit. Setelah mereka usai melaksanakan aktivitasnya di sekolah, jarang kita temukan mereka mau berbondong - bondong ke masjid, mushola, atau rumah ustadz untuk belajar agama Islam. Padahal, di sekolah mereka hanya di beri pelajaran agama beberapa jam saja setiap minggunya. Sangat wajar jika kemudian ditemukan fakta tentang rendahnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai agama Islam. Kesadaran beragama merupakan buah dari pendidikan agama Islam yang berkelanjutan. Posisi Pesantren adalah ibarat pupuk dan obat yang di berikan untuk menyuburkan pohon keagamaan para pelajar, bukan menanamkan pohonnya. Oleh karena itu, selain diberi pupuk dan obat, pohonnya juga harus dipelihara. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara terpusat. Metode pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan: observasi, dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran keagamaan di sekolah itu terbatas, hanya pada jam - jam tertentu. Beda halnya dengan yang tinggal di Pesantren, pembelajaran agamanya full dan teori-teori keagamaan banyak di serap di Pesantren. Siswa yang sekolah sambil tinggal di pesantren memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, tidak hanya di pengetahuan saja, perilaku dan akhlaknya pun berbeda dengan siswa yang hanya sekolah saja. Karena tinggal di pesantren tidak hanya mengaji saja yang jadi keutamaan, mengabdi dan ta'dzim pada kyai adalah keutamaan yang utama, karena tujuan semua para santri ingin keberkahan ilmu dan do'a dari kyai supaya ilmu yang di tempuh selama tinggal di pesantren mendapat keberkahan dan kemanfaatan dunia akhirat.